Halaqah 67: Landasan Ketiga Ma’rifatul Nabiyyikum Muhammadin – Pengertian, Macam, dan Syarat Hijrah

Materi HSI pada halaqah ke-67 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan ketiga ma'rifatul nabiyyikum Muhammadin:  pengertian, macam dan syarat hijrah.

Pengertian hijrah secara bahasa, secara bahasa yang namanya hijrah adalah attarq, yaitu meninggalkan, makanya ketika beliau menafsirkan

وَٱلرُّجۡزَ فَٱهۡجُرۡ

maksudnya adalah warrujs al-asnam wa hajruha tarkuha

Segala sesuatu di situ ada makna meninggalkan maka itu dinamakan dengan hijrah. Oleh karena itu para ulama menjelaskan hijrah ini ada bermacam-macam, ada hijrah yang berkaitan dengan negeri, seseorang meninggalkan sebuah daerah menuju negeri yang lain meninggalkan sebuah negeri menuju negeri yang lain, ini juga dinamakan dengan hijrah.

Terkadang hijrah berkaitan dengan hajrul ‘amal meninggalkan sebuah amalan juga dinamakan dengan hijrah, dan terkadang hijrah berkaitan dengan orangnya, teman, sohib, amalan teman atau orang, maka ini semua bisa masuk di dalam makna hijrah.

Terkadang berupa balad, negeri. Sebuah negeri yang penuh dengan kerusakan, kemungkaran, dan seseorang khawatir apabila dia tetap di lingkungan tersebut dia akan terpengaruh, akan berkurang keimanannya, akan meninggalkan ketaatan kepada Allah dan seterusnya, maka disyariatkan dia untuk berhijrah. Meninggalkan negeri tersebut dan pergi ke negeri yang lain yang di situ dia lebih kondusif bisa beribadah kepada Allah dengan leluasa dengan tenang sampai dia meninggal dunia.

Kemudian yang kedua adalah meninggalkan amalan. Mungkin dia tinggal di sebuah negeri yang bagus kondusif dan kondisinya baik tapi meskipun di dalam negeri dan lingkungan yang demikian baik ternyata amalannya tidak seperti yang diharapkan, maka disyariatkan untuk hijrah maksudnya adalah meninggalkan amalan-amalan yang buruk kemudian menggantinya dengan amalan-amalan yang baik maka ini juga dinamakan dengan hijrah.

Atau yang ketiga, meninggalkan teman-teman yang tidak baik yang mempengaruhi keimanannya, yang menghalang-halangi dia dari kebaikan dari hidayah, maka dalam keadaan demikian juga kita disyariatkan untuk berhijrah yaitu meninggalkan teman-teman yang tidak baik tadi kemudian mencari teman teman yang baik yang mereka mau mengingatkan kita ketika kita lupa, memberikan semangat kepada kita ketika kita lemah iman dan dia melarang kita apabila melihat kita akan melakukan sebuah kemaksiatan atau dosa.

Maka hijrah bisa berupa balad atau bisa berupa amalan atau bisa berupa teman.

Dan yang dimaksud oleh beliau disini adalah yang pertama, karena di sini sedang berbicara tentang hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, hukumnya kata beliau adalah faridhoh hukumnya wajib atas umat ini.

Dan yang dimaksud beliau faridhoh wajib di sini adalah dalam satu keadaan, kapan menjadi wajib, ketika seseorang di daerah tertentu dia tidak bisa, pertama tidak bisa menampakkan syiar agama nya, tidak boleh sholat misalnya, tidak boleh adzan, tidak boleh dia menampakan syiar-syiar agamanya. Kalau sampai ada orang yang sholat di penjara, Kalau sampai ada yang Adzan dibunuh. Maka ini berarti dia tinggal di sebuah daerah di mana dia tidak bisa menampakkan syiar agamanya.

Syarat yang kedua, menjadi wajib kalau dia memiliki kemampuan untuk hijrah. Karena hijrah ini apalagi dari satu negeri ke negeri yang lain meskipun beda kota, tapi tentunya di sana ada masyaqqah, perjalanan, mungkin dari sisi keuangan, dari sisi kemampuan fisik untuk melakukan perjalanan yang jauh, yang jelas yang namanya pindah dari satu kota ke kota yang lain ini perlu kemampuan. Termasuk diantaranya kemampuan pengetahuan, kalau dia punya uang punya fisik tapi tidak tahu jalan menuju ke sana maka ini termasuk udzur, dianggap dia tidak mampu untuk melakukan hijrah.

Jadi kemampuan bisa misalnya uang, fisik, ilmu misal adalah ilmu pengetahuan, ilmu tentang jalan, kalau sampai terkumpul didalam dirinya dan terpenuhi syarat dua ini, maka dalam keadaan demikian dia diwajibkan untuk melakukan hijrah. Dia tidak bisa menampakkan syiar agamanya disitu dan ternyata dia memiliki kemampuan untuk hijrah dalam keadaan demikian hukumnya wajib, artinya wajib kalau sampai dia tetap menetap di daerah tersebut maka dia hukumnya melakukan dosa.

Seandainya dia tetap di situ maka dia telah melakukan dosa, karena seharusnya dia segera meninggalkan daerah tersebut dan hukumnya wajib bagi dia. Kenapa dia memilih untuk tetap di sana mungkin karena lebih menyayangkan tanah yang banyak yang sudah dia miliki di daerah tersebut, atau mungkin berat bagi dia untuk meninggalkan keluarganya, pamannya saudara-saudaranya yang selama ini dari semenjak dia kecil sudah mengenal mereka sudah bergaul dengan mereka, berat dia untuk meninggalkan orang-orang tersebut atau berat bagi dia untuk meninggalkan harta yang dia miliki disana atau berat bagi dia untuk meninggalkan bisnis yang ada di sana.

Kemudian lebih memilih tinggal di sana padahal dia tidak bisa menampakkan syiar-syiar agamanya dan dia memiliki kemampuan untuk melakukan hijrah. Meninggal dunia dalam keadaan seperti ini maka dia meninggal dalam keadaan melakukan dosa, mendzholimi dirinya sendiri. Dia tidak bisa menampakkan syiar agamanya dan dia mampu untuk melakukan hijrah tetap disana meninggal maka dia telah meninggal dalam keadaan dia mendzholimi dirinya sendiri.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url