Halaqah 91: Poin-Poin Penutup Manusia Akan Dihisab Setelah Dibangkitkan

Materi HSI pada halaqah ke- dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang poin-poin penutup manusia akan dihisab setelah dibangkitkan.

Kemudian beliau mengatakan

وبعد البعث محاسبون

Setelah dibangkitkan maka mereka akan dihisab oleh Allah ta’ala

Dan makna hisab adalah dihitung, amalan manusia baik amalan yang baiknya maupun amalan yang jelek, semuanya baik orang Islam maupun orang kafir, meskipun orang kafir amalan dia batal dengan sebab kekafirannya, meskipun demikian Allah ta’ala akan menghisab mereka dan hisab disini akan semakin menambah bencana, kesedihan, ketakutan yang ada pada diri orang-orang kafir.

Adapun orang-orang yang beriman akan dihisab oleh Allah ta’ala dengan hisab yang ringan sebagaimana dalam ayat

فَأَمَّا مَنۡ أُوتِيَ كِتَٰبَهُۥ بِيَمِينِهِۦ ٧

فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابٗا يَسِيرٗا ٨ [ الانشقاق:7-8

Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, yaitu orang-orang yang beriman, maka dia dihisab dengan hisab yang ringan.

Hisab yang ringan bagi orang-orang yang beriman dinamakan hisabul ardhu, al-ardhu yaitu dinampakkan, akan dinampakkan kepada mereka dosa-dosa mereka sebagaimana dalam hadits bahwasanya Allah ta’ala ketika sudah dimulai hisab di padang mahsyar Allah ta’ala akan mendekatkan orang yang beriman, tidak dibiarkan jauh, didekatkan oleh Allah ta’ala kemudian setelah itu Allah ta’ala akan meletakkan penutupnya sehingga mukmin tersebut tidak dilihat oleh ahlul mauqif, yaitu orang-orang yang ada di padang mahsyar.

Setelah ditutupi maka Allah ta’ala akan menampakkan kepadanya dosa-dosa tersebut, dan Allah ta’ala mengatakan ‘apakah engkau mengetahui tentang dosa ini’, dinampakkan dosanya dan dia melihat dosanya. Setiap kali dia ditanya apakah engkau mengetahui dosa ini, dia mengatakan na’am wahai Rabb, terus dosa-dosa tersebut dinampakkan kepadanya, mungkin dia pernah mencuri, mungkin dia pernah melihat sesuatu yang diharamkan, mungkin dia pernah berzina, mungkin dia pernah berbuat zhalim, dinampakkan dosa-dosa tersebut dan dia melihat satu persatu dosa-dosa tadi. Dan setiap kali ditanya tentunya dia akan mengatakan na’am wahai Rabb

حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ

Ketika Allah ta’ala sudah menjadikan dia Iqrar, menjadikan dia mengakui dengan dosa-dosa itu semuanya, bayangkan di dalam hisab ketika dihitung dinampakkan dosa, apa yang dibayangkan oleh orang tadi yang dia bayangkan adalah setelah dinampakkan dosa ini berarti azab. Maka disebutkan di sini

وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ

dia melihat dirinya akan binasa, ternyata dosaku semuanya dinampakkan dan dengan dinampakkan dia mengira bahwasanya dia akan dicampakkan di dalam neraka dengan sebab dosa-dosa tersebut.

Kemudian apa yang terjadi, Allah ta’ala mengatakan ketika melihat hambanya mengakui dosa-dosa tadi dan melihat bahwasanya dirinya akan binasa

قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ

Allah ta’ala mengatakan kepada hamba yang mukmin tadi, dosa-dosa yang tadi ditunjukkan kepadanya itu adalah dosa-dosa yang dulu di dunia Allah ta’ala tutup sehingga tidak ada manusia yang mengetahui tentang dosa-dosa tersebut, dan ini adalah anugerah dari Allah ta’ala hamba tadi melakukan dosa kemudian ditutupi oleh Allah ta’ala, sebagaimana Allah ta’ala menutupi dosanya di dunia maka ketika hisab pun ditampakkan dosanya dan Allah ta’ala menutupi hamba tersebut sehingga tidak dilihat oleh manusia yang lain.

Di dunia Allah ta’ala tutupi dosanya ketika dipadang mahsyar pun Allah ta’ala menutupi dosanya. Tidak dinampakkan diantara manusia yang lain padahal disekitarnya milyaran, trilliunan manusia yang akan menghadap Allah ta’ala, akan dihisab.

Allahu a’lam apakah makna

وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ

maksudnya hanya sekedar ditutupi saat itu atau maksudnya lebih dari pada itu, yaitu maghfirah dalam artian dihapus dosanya. Karena makna maghfirah artinya adalah ditutupi غفر artinya adalah menutupi, jadi saat itu ditutupi dosanya kemudian setelah itu kalau Allah ta’ala ingin mengampuni maka Allah ta’ala mengampuni kalau Allah ta’ala menginginkan untuk di azab maka dia di azab. Ataukah maknanya ditutupi dosanya sekaligus di ampuni seluruh dosanya, yang jelas Allah ta’ala mengatakan saat itu وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ.

فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ

Maka akhirnya dia diberikan kitab yang berisi tentang kebaikan-kebaikannya.

Ini adalah hisab bagi orang-orang yang beriman dan ini menunjukkan bahwasanya hisab yaitu sebelum pembagian kitab. Adapun orang-orang kafir maka hisab yang akan mereka dapatkan bukan hanya sekedar dinampakkan tapi di sana ada tasydid, keras di dalam menghisab mereka.

وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

Merekalah orang-orang yang berdusta atas nama Allah ta’ala, ketahuilah laknat Allah ta’ala bagi orang-orang yang zhalim.

Aisyah رضي الله عنها istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan dan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata

مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ

barang siapa yang dihisab maka dia akan diazab

قَالَتْ عَائِشَةُ

berkata Aisyah

فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا

Aisyah mengatakan bukankah Allah ta’ala mengatakan maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ orang yang dihisab maka dia akan diazab, tapi dalam Al-Quran kata Aisyah orang beriman akan dihisab dengan hisab yang mudah, bukan diazab.

قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ

ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan sesungguhnya حِسَابًا يَسِيرًا yang dimaksud adalah yaitu dinampakkan sebagaimana dalam hadits tadi.

وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ

Akan tetapi orang yang di munaaqosyah, didebat di dalam hisabnya maka dia akan binasa, yaitu orang-orang yang musyrik, orang-orang munafiq.

Ini adalah dua jenis hisab, yang pertama adalah حِسَاب يَسِير kemudian yang kedua adalah hisabul munaaqosyah.

Dan ada di antara hamba-hamba Allah ta’ala yang mereka tidak melewati hisab, yang حِسَابًا يَسِيرًا saja dia tidak. Mereka adalah 70.000 orang yang digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam surga tanpa hisab dan tanpa azab. Antum lihat ketika dihisab dengan حِسَابًا يَسِيرًا itu bukan perkara yang mudah juga, lihat bagaimana orang yang beriman diperlihatkan dosa-dosanya sampai ada perasaan di dalam hatinya bahwasanya dia akan binasa akan diazab dengan sebab dosa-dosa tadi.

Kalau 70.000 orang ini mereka sudah mencapai tingkat yang tinggi dalam keimanan, mereka adalah orang-orang yang mewujudkan tauhid dengan sebenar-benarnya sehingga ketika mereka mewujudkan tauhid dengan sebenar-benarnya yaitu mengesakan Allah ta’ala dengan sebenar-benarnya, selain mereka meninggalkan syirik yang besar, syirik yang kecil, kalau sudah sampai derajat yang tinggi dalam keikhlasan di dalam tauhid maka bersih hatinya dari riya, sum’ah dan yang semacamnya.

Ibadah mereka penuh dengan keikhlasan tidak dicampuri oleh riya tidak dicampuri oleh keinginan duniawi, ini tingkatan yang tinggi. Orang yang sampai derajat yang tinggi di dalam tauhid, abadan, dia tidak akan melakukan yang dinamakan dengan bid’ah karena ini adalah bagian dari tauhid sebenarnya, yaitu mengesahkan Allah ta’ala termasuk diantaranya didalam syariat tidak menjadikan selain Allah ta’ala sebagai pembuat syariat

إن الحكم إلا لله

Tidaklah hukum kecuali hanya untuk Allah ta’ala saja.

Allah ta’ala yang mensyariatkan, menentukan ibadah dan seterusnya, ini bagian dari tauhid. Orang yang sampai puncak di dalam tauhid, mewujudkan tauhid dengan sebenar-benarnya maka dia akan menjadi orang yang benar-benar muttabi’, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sangat erat hubungan antara tauhid ini dengan ittiba’nya seseorang.

Orang yang sudah mencapai puncak tauhid, mewujudkan tauhid, maka dia tidak akan mengikuti hawa nafsu karena mengikuti hawa nafsunya seakan-akan dia mendahulukan hawa nafsu di atas kehendak Allah ta’ala. Allah ta’ala menghendaki tidak berzina, hawa nafsu menghendaki dia berzina, seakan-akan dia mendahulukan selain Allah ta’ala di atas Allah ta’ala

Adapun orang yang mewujudkan tauhid dengan sebenar-benarnya maka dia akan meninggalkan kemaksiatan, makanya tidak heran kalau mereka juga tidak dihisab, tidak melakukan banyak dosa, kalau mereka berdosa mereka langsung beristighfar sehingga mereka masuk ke dalam surga tanpa dihisab tanpa diazab.

Bisakah kita masuk ke dalamnya? memungkinkan dengan syarat tentunya kita harus mempelajari tentang tauhid, mempelajari tentang aqidah dengan benar dan kita harus semangat, memiliki semangat yang tinggi ingin masuk di dalam orang yang masuk ke dalam surga tanpa hisab, karena حِسَاب yang يَسِير pun itu bukan perkara yang mudah.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Utsul Tsalatsah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url