Halaqah 117: Pembahasan Dalil Pertama Hadits Irbadh (Bagian 3)

Halaqah yang ke-117 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Fadhlul Islam yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.

Beliau mengatakan (Rahimahullahu Ta’ala)

بَابُ التَّحْذِيرِ مِنَ البِدَعِ

Bab tahdzir, peringatan, dari bid’ah-bid’ah.

‘Irbad ibn Sariyah mengatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberikan مَوْعِظَة kepada kami dengan sebuah nasehat yang sangat dalam.

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan wasiat, kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ

Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala

Dan takwa kepada Allah subhanahu wata'ala ini adalah kalimat yang jami’, kalimat yang menyeluruh, orang yang memberikan wasiat dengan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala berarti dia telah memberikan wasiat untuk melakukan berbagai kebaikan dan meninggalkan berbagai larangan, sebagai ganti dia menyebutkan satu persatu. Hendaklah engkau sholat, hendaklah engkau zakat, hendaklah engkau shalat tahajud, hendaklah engkau shodaqoh dan seterusnya, janganlah engkau riba, janganlah engkau minum minuman keras, janganlah engkau lalai dari dzikrullah, semua itu bisa digantikan dengan kalimat taqwa, karena taqwallah artinya adalah menjadikan antara diri kita dengan Allah subhanahu wata'ala (dengan azab Allah subhanahu wata'ala) wiqayah, yaitu penjagaan.

Demikian disampaikan oleh sebagian ulama, yang dimaksud dengan taqwa kepada Allah subhanahu wata'ala engkau menjadikan antara dirimu dengan azab Allah subhanahu wata'ala penghalang, berupa menjalankan perintah dan menjauhi larangan, kalau kita tidak menjalankan perintah berarti tidak ada penghalangnya nanti, kalau kita tidak menjauhi larangan maka nanti tidak ada penghalang sehingga seseorang akhirnya diazab, tapi dengan dia menjalankan perintah menjauhi larangan Allah subhanahu wata'ala maka ini adalah sebab dia terhindar dari azab Allah subhanahu wata'ala.

Oleh karena itu sebagian yang lain yaitu Talq bin Habib, beliau mengatakan

أن تعمل بطاعة الله، على نور من الله، ترجو ثواب الله

Engkau melaksanakan amalan itu, menjalankan perintah, diatas cahaya dari Allah subhanahu wata'ala, jadi bukan hanya sekedar mengamalkan tapi harus mengamalkan diatas cahaya, yang dimaksud cahaya dari Allah subhanahu wata'ala adalah ilmu dari Allah subhanahu wata'ala yang ada di dalam Al-Quran dan juga didalam Hadits, itu adalah cahaya petunjuk dari Allah subhanahu wata'ala, menunjukkan bahwasanya menjalankan perintah harus berdasarkan dalil. Kemudian

ترجو ثواب الله

Engkau mengharap pahala dari Allah subhanahu wata'ala, harus ada mengharap pahala berarti di sini ada dua syarat diterimanya amal, pertama adalah ittiba’ yang ada di dalam على نور من الله di atas cahaya dari Allah subhanahu wata'ala, maka ini adalah isyarat kepada ittiba’ adapun keikhlasan maka diisyaratkan di dalam ucapan beliau mengharap pahala dari Allah subhanahu wata'ala, jadi sejak dahulu sudah di isyaratkan tentang dua syarat diterimanya amal. Kemudian

وأن تترك معصية الله

Engkau meninggalkan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata'ala

على نور من الله

Diatas cahaya dari Allah subhanahu wata'ala

تخافو عذاب الله

Engkau takut dari azab Allah subhanahu wata'ala. Ini juga sama di dalam meninggalkan larangan juga harus berdasarkan dalil, jangan sampai seseorang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah subhanahu wata'ala. Kemudian juga harus ikhlas meninggalkan larangan tadi bukan karena ingin mendapatkan dunia tapi tujuannya adalah karena dia takut dengan azab Allah subhanahu wata'ala, ini juga ikhlas didalam menjauhi larangan, karena ada sebagian menjauhi larangan mungkin karena kepentingan dunia saja. Ana kalau berzina takut nanti kena penyakit ini berarti bukan karena Allah subhanahu wata'ala tapi karena dunia, suatu dunia yang dia inginkan bukan karena takut dengan azab Allah subhanahu wata'ala, ana kalau minum minuman keras takut gula ana tambah naik, maka ini bukan karena takut dengan azab Allah subhanahu wata'ala tapi karena urusan dunia saja .

Kapan dinamakan taqwa kalau takutnya adalah karena Allah subhanahu wata'ala, oleh karena itu kalimat تَقْوَى اللَّه di sini adalah jami’, dia adalah wasiat dengan seluruh kebaikan, menyuruh kita untuk melakukan berbagai kebaikan dan wasiat meninggalkan seluruh larangan, maka wasiat yang paling baik yang paling menyeluruh adalah wasiat dengan taqwa kepada Allah subhanahu wata'ala. Allah subhanahu wata'ala telah mewasiatkan dengan taqwa ini nabi-Nya, ittaqillah kata Allah subhanahu wata'ala kepada nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan menyuruh orang-orang beriman untuk bertaqwa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ حَقَّ تُقَاتِهِ…

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa…” (QS. Ali-Imran[3]: 102)

Dan menyuruh manusia secara keseluruhan untuk bertaqwa

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ
[An-Nisa’ : 1]

dan kalau kita diminta orang lain untuk memberikan wasiat jadikanlah wasiat yang pertama adalah wasiat untuk bertakwa kepada Allah subhanahu wata'ala, sebab banyak manusia yang mereka tidak memahami tentang taqwa ini padahal sering disampaikan oleh khatib.

Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di dalam wasiat ini.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Fadhlul Islam]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url