Halaqah 30: Penjelasan Nama Allah dan Sifat Allah yang Terkandung di Dalam QS Asy-Syura 11

Halaqah yang ke-30 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Syaikhul Islam beliau mengatakan

وَقَوْلُهُ

Dan juga firman Allah subhanahu wata'ala

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Di dalam Firman Allah subhanahu wata'ala لَيْسَ كَمِثْلِهِ, tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala maka di sini ada an-nafyu al-mujmal (penafian yang global), yang Allah subhanahu wata'ala nafikan di sini adalah mitsliyyah, keserupaan. Berarti ini sifat manfiyah, sifat yang dinafikan oleh Allah subhanahu wata'ala. Sikap kita menghadapi sifat yang manfiyah seperti ini kita nafikan apa yang Allah subhanahu wata'ala nafikan, berarti kita katakan tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala.

Kemudian yang kedua kita tetapkan kesempurnaan dari kebalikan sifat ini, keserupaan berarti lawannya adalah Dia adalah yang memiliki sifat Wahidiyyah atau Wahdaniyah. Allah subhanahu wata'ala memiliki sifat wahdaniyah yaitu Dia-lah Yang Esa, tidak ada yang serupa, berarti Dia-lah satu-satunya, Dia-lah Ahdiyah yang memiliki sifat Ahadiyah atau sifat wahdaniyah, maka kita tetapkan kesempurnaan ini bagi Allah subhanahu wata'ala. Dia-lah satu-satunya yang memiliki sifat-sifat yang sempurna, Dzat-Nya adalah yang paling sempurna, nama-nama-Nya adalah yang paling sempurna, pekerjaan-pekerjaan Allah subhanahu wata'ala dan amalan-amalan Allah subhanahu wata'ala adalah yang paling sempurna, tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala.

Dan sudah berlalu penjelasan dari apa yang Allah subhanahu wata'ala sebutkan di dalam surat Al-Ikhlas

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَد لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَد وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Ini termasuk nafyu yang mujmal, dan sudah kita sampaikan kebanyakan di dalam Al-Qur’an adalah nafyu yang mujmal. Tasbih yang Allah subhanahu wata'ala sebutkan di dalam Al-Qur’an banyak, sabbaḥa lillah, yusabbiḥu lillah, fasabbiḥ biḥamdi robbik, makna tasbih adalah mensucikan Allah subhanahu wata'ala dari seluruh sifat kekurangan, isinya maksudnya adalah nafyi.

Dan sudah kita sebutkan bahwasanya di antara nama Allah subhanahu wata'ala yang nafiyah adalah subbūḥ, tasbih adalah menafikan dari Allah subhanahu wata'ala seluruh sifat kekurangan, dan ayat-ayat tentang tasbih banyak dan itu adalah termasuk nafyu yang mujmal, nafyu yang secara global. Para malaikat mereka bertasbih, kita diperintahkan untuk bertasbih, banyak zikir-zikir yang isinya adalah tasbih, ketika kita sujud bertasbih, ketika kita rukuk bertasbih, setelah kita shalat kita bertasbih, maksudnya adalah kita nafikan dari Allah subhanahu wata'ala selalu sifat kekurangan ini adalah nafyu yang mujmal.

Baik sifat kekurangan yang kita tahu bahwa sifat kekurangan yang tidak kita tahu, yang kita dengar dari orang-orang musyrikin ataupun yang tidak kita dengar dari mereka, mereka mensifati Allah subhanahu wata'ala dengan sifat-sifat yang jelek maka kita katakan subhanallah ‘amma yasifūn, Maha Suci Allah subhanahu wata'ala dari apa yang mereka sifatkan.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala. Berarti kita tetapkan Allah subhanahu wata'ala Dia-lah yang memiliki sifat Al-Ahadiyah, Dia saja tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala. Dan لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ bukan maksudnya adalah menafikan sifat Allah subhanahu wata'ala, karena ada sebagian ahlul bid’ah hadahullah memahami sifat Allah subhanahu wata'ala berdalil dengan ayat ini bahwasanya Allah subhanahu wata'ala tidak memiliki sifat, tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala berarti Allah subhanahu wata'ala tidak memiliki sifat karena kalau memiliki sifat berarti serupa dengan makhluk. Sehingga mu’tazilah mereka mengatakan Allah subhanahu wata'ala tidak memiliki sifat, dalilnya mereka mengatakan لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ, tidak ada yang serupa dengan Allah subhanahu wata'ala, menganggap bahwasanya menentukan sifat bagi Allah subhanahu wata'ala berarti menyerupakan Allah subhanahu wata'ala dengan makhluk.

Padahal kalau kita memahami ayatnya Allah subhanahu wata'ala tidak menafikan di sini sifat-Nya sehingga setelahnya, dan ini menunjukkan bahwasanya makna yang dipahami oleh orang-orang mu’tazilah ini salah dan bathil, apa kata Allah subhanahu wata'ala setelahnya? Allah subhanahu wata'ala menetapkan sifat bagi-Nya

وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Berarti disini Allah subhanahu wata'ala menetapkan sifat untuk-Nya, sifat yang terkandung di dalam nama-Nya, nama Allah subhanahu wata'ala As-Samī’ mengandung sifat As-Sama’, Al-Bashīr mengandung sifat Al-Bashar, berarti لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ini bukan penafian terhadap sifat Allah subhanahu wata'ala tapi ini menafikan sesuatu yang semisal dengan sifat Allah subhanahu wata'ala.

Ketika kita menyebutkan atau menetapkan sifat bagi Allah subhanahu wata'ala maka kita tidak menyerupakan sifat tersebut dengan sifat makhluk, kita katakan bahwasanya itu adalah sesuai dengan keagungan Allah subhanahu wata'ala. Jadi firman Allah subhanahu wata'ala لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ bukan menafikan sifat Allah subhanahu wata'ala tapi menafikan sesuatu yang serupa dengan sifat Allah subhanahu wata'ala. Sehingga Allah subhanahu wata'ala menetapkan setelahnya nama dan juga sifat-Nya وَهُوَ

السَّمِيعُ البَصِيرُ.

Karena sebagian orang mentakwil, mentakwil disini Allah subhanahu wata'ala tidak mensifati dirinya dengan As-Sama’ wal-Bashar, mentakwil As-Sama’ di sini adalah dan Al–‘Ilm dan Al-Bashar di sini juga Al–‘Ilm. Jadi mereka menetapkan tujuh sifat, Al-‘Ilm, kemudian Al-Irodah, ada Al-Qudroh dan seterusnya, sifat-sifat yang lain mereka kembalikan kepada tujuh sifat ini. Mereka mengatakan maksud dari As-Sama’ adalah ‘ilmuhu bil masmu’at, maksudnya adalah ilmu Allah subhanahu wata'ala di sini ilmu Allah subhanahu wata'ala terhadap segala sesuatu yang didengar, dikembalikan kepada ilmu.

Ketika mereka membaca Al-Bashir mereka mengatakan maksudnya adalah ilmu Allah subhanahu wata'ala terhadap segala sesuatu yang dilihat, jadi muaranya adalah kembali kepada ilmu, tangan ditakwil menjadi qudroh, kemudian di sana ada sifat-sifat yang di takwil dengan Irodah, Rohmah misalnya mereka takwil dengan iradatul in’am, kembali kepada irodah. Sehingga mereka menetapkan tujuh sifat, Irodah qubro dan seterusnya, maka ini adalah kebathilan.

Allah subhanahu wata'ala mensifati dirinya dengan As-Sama’ wal-Bashar, dan ini menunjukkan bahwasanya yang namanya itsbat tidak mengharuskan menyerupakan. Allah subhanahu wata'ala disini mengitsbat

وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Bukankah ini adalah penetapan sifat dan juga nama bagi Allah subhanahu wata'ala, dan di ayat yang sama tidak usah jauh-jauh, Allah subhanahu wata'ala mengatakan

لَيْسَ كَمِثْلِهِ

Berarti menetapkan nama dan juga sifat Allah subhanahu wata'ala tidak melazimkan menyerupakan sifat dan nama tersebut dengan sifat makhluk, karena banyak orang yang tidak paham tentang masalah ini. Menganggap bahwasanya menetapkan berarti mentasybih, sehingga mengatakan ahlussunnah mereka adalah musyabbihah karena mereka menetapkan sifat istiwa bagi Allah subhanahu wata'ala, menetapkan sifat mendengar melihat bagi Allah subhanahu wata'ala, menetapkan sifat turun bagi Allah subhanahu wata'ala, menetapkan sifat tangan mata bagi Allah subhanahu wata'ala, berarti mereka mentasybih, tidak.

Menetapkan tidak ada kelaziman dengan menyerupakan, dan sudah kita sebutkan tentang kaidah yang sebelumnya, kaidah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam sebelum beliau memasuki perincian penyebutan ayat-ayat dan juga hadist ini, penetapan tidak mengharuskan menyerupakan Dan mensucikan Allah subhanahu wata'ala dari kekurangan tidak harus menafikan sifatnya jadi kita menetapkan tanpa menyerupakan dan kita menafikan tanpa kita menta’til dan menolak sifat Allah subhanahu wata'ala. Dan dalam ayat ini terkumpul an-nafyi wal itsbat, sebagaimana dalam ayat وَ تَوَکَّلۡ عَلَی الۡحَیِّ الَّذِیۡ لَا یَمُوۡتُ, sebagaimana dalam ayat kursi dan apa yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata'ala dalam surat Al-Ikhlas, terkumpul di dalamnya an-nafyu dan juga al-itsbat.

Al-Bashir di sini mengandung tiga sifat, jadi bukan hanya Al- Bashar saja tapi ada sebagian ulama yang menyebutkan mengandung di dalamnya tiga sifat, sifat yang pertama adalah Al- Bashar kemudian yang kedua adalah Al-Bushr dengan mendhommah ب dan mensukun ص, kemudian yang ketiga adalah sifat Al-Bashiroh. Al-Bashar maknanya adalah Allah subhanahu wata'ala Melihat atau Maha Melihat. Al-Bashir ini adalah Yang Maha Melihat, ini berkaitan dengan segala sesuatu yang dilihat, maka Allah subhanahu wata'ala Dia-lah Al-Bashir.

Dan Allah subhanahu wata'ala memiliki sifat Al-Bushr, dan Al-Bushr ini maknanya adalah jala’il ma’lumat yaitu pengetahuan-pengetahuan yang dzhohir, yang dilihat, maka Allah subhanahu wata'ala Maha Melihat. Dan Al-Bashiroh ini berkaitan dengan daqa’iq al-ma’lumat, pengetahuan-pengetahuan yang sangat jeli dan juga sangat teliti. Berarti Al-Bushr ini berkaitan dengan jala’il ma’lumat, perkara-perkara yang jelas, adapun Al-Bashiroh ini adalah perkara-perkara yang kecil, perkara-perkara yang teliti.

Ketika kita mempelajari nama Allah Al-Bashir maka ketahuilah bahwasanya dia mengandung tiga sifat ini, Al-Bashor yaitu Allah subhanahu wata'ala memiliki sifat melihat, penglihatan, dan Allah subhanahu wata'ala memiliki sifat Al-Bushr yaitu mengetahui perkara-perkara yang besar wal-Bashiroh dan Allah subhanahu wata'ala mengetahui perkara-perkara yang sangat teliti.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url