Halaqah 81: Dalil yang Menunjukkan Sifat Kalam Bagi Allah (Bagian 2)

Halaqah yang ke-81 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Pembahasan tentang sifat kalam bagi Allah subhanahu wata'ala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah beliau mendatangkan Firman Allah subhanahu wata'ala dalam surat An-Nisa’ juga

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلاً

Dan siapakah yang lebih benar ucapannya daripada Allah subhanahu wata'ala.

Ini hampir sama maknanya dengan ayat yang sebelumnya, قِيلاً maknanya adalah حَدِيثًا yaitu كَلَاما,

وَقَوْلُـهُ

Dan juga Firman Allah subhanahu wata'ala

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ

Dan ketika Allah subhanahu wata'ala berkata Wahai ‘Isa ibn Maryam

Allah subhanahu wata'ala sebutkan dalam surat Al-Ma’idah ayat 116, syahidnya di sini وَإِذْ قَالَ اللَّهُ dan ketika Allah subhanahu wata'ala berkata, dan makna قَالَ adalah takallama, ketika Allah subhanahu wata'ala berkata, dan ayat dalam Al-Qur’an dengan lafadz seperti ini yaitu قَالَ اللَّهُ ini banyak, banyak di dalam Al-Qur’an disebutkan قَالَ اللَّهُ (Allah subhanahu wata'ala berkata), maknanya adalah takallama (Allah subhanahu wata'ala berbicara), maka ayat ini adalah termasuk dalil tentang penetapan sifat Al-Kalam bagi Allah subhanahu wata'ala

يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ

Wahai ‘Isa ibn Maryam, dan ini menunjukkan bahwasanya Firman Allah subhanahu wata'ala atau ucapan Allah subhanahu wata'ala adalah dengan huruf, يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ dengan huruf

ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ

Apakah engkau berkata kepada manusia jadikanlah aku dan juga ibuku sebagai 2 sesembahan selain Allah subhanahu wata'ala, menunjukkan bahwasanya Firman Allah subhanahu wata'ala adalah dengan huruf

قَالَ سُبۡحَٰنَكَ

Maka nabi ‘Isa ‘alaihissalam mengatakan Maha Suci Engkau ya Allah subhanahu wata'ala

مَا يَكُونُ لِيٓ أَنۡ أَقُولَ مَا لَيۡسَ لِي بِحَقٍّۚ إِن كُنتُ قُلۡتُهُۥ فَقَدۡ عَلِمۡتَهُۥۚ تَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِي وَلَآ أَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِكَۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلۡغُيُوبِ ١١٦
[Al-Ma’idah]

Maha Suci Engkau ya Allah subhanahu wata'ala, tidak pantas bagiku untuk mengatakan sesuatu yang aku tidak berhak, kalau aku mengatakannya tentunya Engkau sudah tahu, Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib.

Ucapan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam سُبۡحَٰنَكَ dan seterusnya menunjukkan bahwasanya beliau mendengar apa yang diucapkan oleh Allah subhanahu wata'ala, kalau beliau mendengar berarti Firman Allah subhanahu wata'ala atau Kalamullah adalah dengan suara, di sana ada suara yang beliau dengar, dan ini menunjukkan bahwasanya Firman Allah subhanahu wata'ala yaitu Kalamullah adalah dengan huruf dan juga dengan suara. Ini di antara ayat-ayat yang di situ ada kalimat قَالَ اللَّه. Ayat yang setelahnya

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً

Dan telah sempurna kalimat Rabb mu kebenaran-Nya dan keadilan-Nya.

Syahidnya disini adalahكَلِمَةُ , kalimah artinya adalah kalam yaitu Firman Allah subhanahu wata'ala. Dan telah sempurna kalimat Rabb mu yaitu Kallamullah sempurna dari sisi kebenarannya dan dari sisi keadilannya. Para ulama mufassirin mereka menjelaskan bahwasanya صِدْقًا ini adalah sifat dari khobar, adapun عَدْلاً maka ini adalah sifat dari hukmun sehingga mereka mengatakan sidqan fil akhbar wa adlan fil ahkam, sidqan yaitu benar dari sisi khobarnya karena Kalamullah terkadang berupa khobar, kabar tentang sifat Allah subhanahu wata'ala, kabar tentang umat-umat terdahulu, kabar tentang apa yang terjadi di masa yang akan datang, maka

تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا

semakna dengan

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلاً
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

تَمَّتْ sudah sempurna mencapai puncak kesempurnaannya sehingga orang yang berbicara berdasarkan Al-Qur’an maka dia adalah orang yang jujur, orang yang berbicara berdasarkan Al-Qur’an dengan lafadz yang benar dengan makna yang benar sesuai dengan pemahaman para salaf maka dia adalah orang yang jujur, sehingga sebagian salaf mengatakan barang siapa yang berbicara dengan Al-Qur’an, maksudnya adalah berbicara berdasarkan Al-Qur’an صدَق, maka dia adalah orang yang jujur, karena

وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا
تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا
وَعَدْلاً

Dan adil dari sisi al-ahkam hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an adalah keadilan, tidak ada kedzaliman didalamnya, baik perintah-perintah Allah subhanahu wata'ala dan larangan-larangan Allah subhanahu wata'ala, keputusan-keputusan Allah subhanahu wata'ala tentang pembagian, misalnya pembagian warisan atau di sana ada zakat harta berapa persen kemudian zakat untuk hewan ternak ini nishabnya berapa maka tidak ada yang didzhalimi di dalam hukum-hukum Allah subhanahu wata'ala, semuanya adalah

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً

mencapai puncak kesempurnaan dalam masalah keadilan, tidak ada kedzaliman di dalam hukum-hukum Allah subhanahu wata'ala, maka barangsiapa yang menghukumi dengan Al-Qur’an sungguh dia telah berbuat adil, man hakama bihi adl, barangsiapa yang berhukum dengan Al-Qur’an yaitu menghukumi manusia dengan Al-Qur’an, seandainya mereka terjadi perselisihan kemudian dikembalikan kepada Al-Qur’an dan mengikuti Al-Qur’an maka dia telah berbuat adil, tidak ada kedzaliman di dalamnya.

Maka yakinlah di dalam syariat Allah subhanahu wata'ala itu adalah keadilan semata, bahkan di dalamnya banyak keutamaan dan anugerah dari Allah subhanahu wata'ala untuk manusia, pasti di sana ada hikmah yang terpendam di dalam syariat Allah subhanahu wata'ala, maslahat bagi manusia baik hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, wudhunya, shalat, puasa pasti di sana ada hikmah yang terpendam, terkadang kita tidak mengetahuinya dan terkadang kita mengetahuinya, apa yang ada dalam hukum Allah subhanahu wata'ala mungkin adalah sebuah keadilan atau di adalah sebuah karunia dan juga keutamaan dari Allah subhanahu wata'ala, tidak ada kedzaliman di dalamnya.

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً

Syahidnya disini adalah كَلِمَةُ رَبِّكَ dan makna kalimah adalah kalam.

Ada sebagian qurra’ yang membaca

وَتَمَّتْ كَلِمَاتُ رَبِّكَ

jamak, dan ada yang membaca كَلِمَةُ رَبِّكَ sehingga disini ditulis bukan ta’ marbuthohnya, ta’ nya ta’ maftuhah disini, karena disana ada yang membaca كَلِمَاتُ رَبِّكَ dan yang lain membaca كَلِمَةُ رَبِّكَ dan maknanya sama karena seandainya itu adalah mufrad maka mufrad disini di idhafahkan (disandarkan) sehingga faidahnya adalah untuk keumuman, ini seperti firman Allah subhanahu wata'ala

وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ

Kalau kalian menghitung nikmat Allah subhanahu wata'ala niscaya kalian tidak akan bisa menghitungnya, kalian tidak akan bisa menyebutkan semua nikmat Allah subhanahu wata'ala, dan نِعۡمَة di sini mufrad disandarkan dan di idhafahkan sehingga faidahnya adalah untuk keumuman.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url