Halaqah 122: Beriman Kepada Hari Akhir dengan Pembahasan tentang Shirath (Bagian 2)

Halaqah yang ke-122 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang yang dahulu menyembah Nabi ‘Isa, bagaimana kalau dia menyembah orang shaleh atau menyembah nabi ‘Isa apakah berarti Nabi ‘Isa akan masuk ke dalam jahannam? tentunya tidak, tapi Allah subhanahu wata'ala akan menjadikan di sana syaithan yang diserupakan dengan Nabi ‘Isa sehingga mereka (orang-orang yang menyembah Nabi ‘Isa) mengikuti syaithan yang diserupakan dengan Nabi ‘Isa, dan orang yang menyembah uzair akan mengikuti syaithan yang diserupakan dengan uzair, sebagaimana hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani Dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dia adalah hadits yang shahih, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan

ويمثل لمن كان يعبد عيسى شيطان عيسى ويمثل لمن كان يعبد عزيراً شيطان عزير

akan diserupakan bagi orang yang menyembah Nabi ‘Isa syaithannya ‘Isa dan akan diserupakan bagi orang yang menyembah ‘uzair syaithannya ‘uzair.

Berarti di sini sudah berpisah antara orang-orang musyrikin orang-orang ahlul kitab dan orang-orang yang benar-benar beriman maupun orang-orang munafik, berarti yang tersisa sekarang adalah orang-orang yang dzhahirnya adalah muslim baik yang hakiki yang benar-benar Islam luar maupun dalamnya ataupun mereka adalah yang palsu yaitu orang-orang munafik yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekufuran.

Disebutkan dalam hadits tadi (masih kelanjutan dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim) setelah orang-orang kafir baik musyrikin maupun ahlul kitab digiring ke dalam neraka dan tidak tersisa kecuali orang-orang yang menyembah Allah subhanahu wata'ala baik yang shaleh maupun yang tidak shaleh kemudian dikatakan kepada mereka apa yang menghalangi kalian pergi sedangkan manusia sudah pergi, apa yang kalian tunggu mereka berkata kami berbeda dengan mereka didunia padahal kami dahulu membutuhkan mereka.

Maksudnya adalah kami berbeda dengan mereka di dunia karena kami dahulu bertauhid tidak menyembah apa yang mereka sembah selain Allah subhanahu wata'ala kami tidak mengikuti agama orang-orang kafir meskipun mungkin mereka membutuhkan orang kafir misalnya mereka adalah keluarga mereka dan seterusnya, kemudian mereka mengatakan sungguh kami telah mendengar penyeru yang menyuruh supaya setiap kaum mengikuti apa yang dia sembah dan kami sekarang menunggu Rabb kami, tadi ada suara seruan yang masing-masing mengikuti yang disembah dan orang-orang yang beriman yang mereka sembah adalah Allah subhanahu wata'ala maka mereka menunggu Allah subhanahu wata'ala.

Maka datanglah Allah subhanahu wata'ala dengan sifat yang berbeda dengan sifat yang mereka lihat pertama kali karena mereka pernah melihat Allah subhanahu wata'ala di padang mahsyar, dan sudah berlalu melihatnya mereka di padang mahsyar ini lain dengan melihatnya mereka didalam surga karena yang ada di padang mahsyar ini adalah imtihan adapun yang ada di dalam surga maka ini adalah melihat Allah subhanahu wata'ala dalam keadaan mereka berbahagia dan merasakan lezat.

Kemudian Allah subhanahu wata'ala berkata Aku adalah Rabb kalian, Allah subhanahu wata'ala datang dengan sifat yang berbeda dari apa yang mereka lihat awalnya kemudian Allah subhanahu wata'ala mengatakan Aku adalah Rabb kalian, kemudian mereka mengatakan kami berlindung kepada Allah subhanahu wata'ala dari-Mu kami tidak menyekutukan Allah subhanahu wata'ala sedikitpun, mereka mengucapkan ini 2 atau 3 kali karena mereka melihat Allah subhanahu wata'ala yang berbeda dengan yang pertama sehingga mereka berlindung kepada Allah subhanahu wata'ala aku berlindung kepada Allah subhanahu wata'ala dari-Mu.

Disini Allah subhanahu wata'ala menguji mereka dengan memperlihatkan diri Allah subhanahu wata'ala dalam sifat atau bentuk yang lain, akhirnya ketika mereka melihat Allah subhanahu wata'ala dalam keadaan bukan sifat yang pertama mereka pun berlindung kembali kepada Allah subhanahu wata'ala berlindung kepada Allah subhanahu wata'ala supaya tidak menyimpang, kemudian ucapan mereka bahwa kami tidak menyekutukan Allah subhanahu wata'ala sedikitpun, ketika dikatakan kepada mereka Aku adalah Rabb kalian kemudian mereka mengatakan kami berlindung kepada Allah subhanahu wata'ala dari-Mu kemudian mereka mengatakan kami tidak menyekutukan Allah subhanahu wata'ala sedikitpun ini menunjukkan tentang keutamaan tauhid bahwasanya dengannya Allah subhanahu wata'ala menguatkan hati orang-orang yang muwahhidin (orang-orang yang mengesakan Allah subhanahu wata'ala).

Kemudian dikatakan mereka apakah kalian memiliki tanda sehingga kalian mengetahui bahwa Dia adalah Rabb kalian, dari mana kalian tahu bahwasanya itu adalah Rabb kalian, mereka berkata betis sehingga disingkaplah Betis Allah subhanahu wata'ala, sehingga ada sebagian ulama yang mengatakan bahwasanya hadits ini adalah berisi tentang sifat Allah subhanahu wata'ala, kalau ini adalah sifat diantara sifat-sifat Allah subhanahu wata'ala maka kewajiban kita adalah meyakini bahwasanya Allah subhanahu wata'ala memiliki betis sesuai dengan keagungan-Nya, tidak boleh kita ingkari tidak boleh kita serupakan dengan makhluk tidak boleh kita ta’wil.

Ketika disingkap Betis Allah subhanahu wata'ala maka sujudlah setiap orang yang beriman, karena mereka tadi ditanya apa tandanya betis sehingga ketika mereka melihat Betis Allah subhanahu wata'ala mereka bersujud dan tidak tersisa orang yang dahulu di dunia dia bersujud untuk Allah subhanahu wata'ala dan dia ikhlas dalam bersujud bukan karena munafik kecuali Allah subhanahu wata'ala akan mengizinkan dia untuk bersujud saat itu, orang yang di dunianya ikhlas sujud karena Allah subhanahu wata'ala maka saat itu akan diizinkan oleh Allah subhanahu wata'ala untuk bersujud.

Orang-orang yang munafik kita tahu mereka tidak ikhlas dalam bersujud meskipun mereka sujud didunia karena sujudnya di dunia karena riya atau karena dunia saja atau karena ingin selamat dari orang-orang yang beriman supaya tidak dibunuh dan seterusnya. Allah subhanahu wata'ala tidak mengizinkan mereka saat itu untuk bersujud, Allah subhanahu wata'ala akan jadikan punggungnya ini menjadi rata, yaitu punggung yang di dunia memiliki beberapa ruas tulang sehingga memudahkan seseorang untuk bergerak bisa bersujud saat itu Allah subhanahu wata'ala jadikan dia rata dan hanya memiliki satu ruas tulang saja tidak bisa untuk membungkuk tidak bisa untuk sujud.

Sehingga setiap kali dia akan bersujud dia tersungkur diatas tengkuknya tidak bisa bersujud sebagaimana orang-orang yang beriman. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa tidak ada yang bisa menipu Allah subhanahu wata'ala, mereka mungkin sudah bergembira tidak masuk bersama orang-orang musyrikin tidak masuk bersama orang-orang Yahudi bersama orang-orang nashara tapi tidak ada yang samar bagi Allah subhanahu wata'ala tidak ada yang bisa menipu Allah subhanahu wata'ala, bahkan mereka adalah orang-orang yang tertipu, mereka mungkin sudah senang bisa selamat tapi ternyata ketika waktunya mereka sujud mereka tidak bisa sujud, mereka menipu Allah subhanahu wata'ala dan Allah subhanahu wata'ala akan menipu mereka, Allah subhanahu wata'ala menghinakan mereka dengan cara ketika diperintahkan untuk bersujud mereka tidak bisa bersujud.

Kemudian orang-orang yang beriman disebutkan dalam hadits mereka mengangkat kepala mereka dan Allah subhanahu wata'ala telah kembali kepada sifat dan bentuk semula, kemudian Allah subhanahu wata'ala mengatakan Aku adalah Rabb kalian, mereka pun berkata Engkau adalah Rabb kami.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url