Halaqah 21: Landasan Pertama Ma’rifatullah Bagian 9 Dalil Ibadah Isti’anah

Materi HSI pada halaqah ke-21 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan pertama ma'rifatullah bagian 9 dalil ibadah isti'anah.

Beliau mengatakan,

ودليل الاستعانة قوله تعالى: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}. وفي الحديث: “إذا استعنت فاستعن بالله”

Yang artinya,
“Dan dalil Isti’anah, (Isti’anah artinya memohon pertolongan, ista’ana – yasta’inu artinya adalah memohon pertolongan), dalil bahwasanya memohon pertolongan adalah termasuk ibadah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu di dalam Surat Al Fatihah,

۞ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين

“Hanya kepada-Mu lah (Ya Allah) kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah(Ya Allah) kami memohon pertolongan.”

Dan ini dibaca di dalam shalat kita setiap rakaat. Masing-masing dari kita senantiasa membaca ayat ini. Pengakuan dari seorang hamba dan janji dari seorang hamba bahwasanya dia hanya menyembah kepada Allah dan dia hanya memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Menunjukan kepada kita bahwasanya Al-Isti’anah adalah termasuk Ibadah, karena Allah di sini mengatakan -ُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين – hanya kepada-Mu lah Ya Allah, kami memohon pertolongan.

Dan disebutkan Isti’anah setelah Ibadah karena seseorang tidak mungkin bisa beribadah dengan baik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali apabila mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seseorang tidak mungkin bisa beriman dengan baik kecuali apabila ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak mungkin bisa melakukan shalat dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecuali apabila ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak mungkin bisa bershodaqoh kecuali apabila dia ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan seluruh ibadah yang dilakukan, baik hajinya, umrohnya, dan seluruh ibadah yang dilakukan, tidak mungkin bisa dia kerjakan (diamalkan), kecuali apabila mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لولا الله ما اهتدينا ولا تصدقنا ولا صلينا

“Kalau bukan karena Allah niscaya kita tidak mungkin mendapatkan hidayah dan tidak mungkin bershodaqoh dan tidak mungkin kita melakukan shalat.”

Tidak mungkin seorang hamba bisa melakukan itu semua kecuali setelah ditolong Allah Subhanahu wa Ta’ala.

– إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين –

“Hanya kepada-Mu lah Ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah Ya Allah kami memohon pertolongan.”

Jangan sampai seorang hamba di dalam melakukan ibadah bertawakal kepada dirinya sendiri dan lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala seakan-akan dialah yang bisa melaksanakan ibadah dengan kemampuan dia sendiri, dengan ilmu yang dimiliki, dengan harta yang dia miliki. Lupa beristi’anah dan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan yang demikian adalah tercela. Seseorang tidak ber-Isti’anahkepada Allah dan bertawakal kepada dirinya sendiri di dalam ibadah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa,

وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

“Ya Allah janganlah Engkau jadikan aku bertawakal kepada diriku sendiri meskipun hanya sekejap mata.”

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berdo’a kepada Allah jangan sampai dijadikan termasuk orang yang bertawakal kepada dirinya sendiri seakan-akan dialah yang mampu melakukan ini semua. Bertawakal kepada dirinya sendiri adalah termasuk perkara yang tercela.

Seorang beribadah kepada Allah dan memohon pertolongan kepada Allah di dalam ibadah tersebut dan ini bukan hanya di dalam masalah ibadah, bahkan di dalam perkara dunia kita juga diperintahkan untuk ber-Isti’anah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (memohon pertolongan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di dalam mencari rezeki, menyelesaikan pekerjaan, dan di dalam perkara-perkara dunia yang lain di dalam kehidupan kita sehari-hari, memohon pertolongan kepada Allah di dalam perkara yang bermanfaat.

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ

“Hendaklah engkau bersemangat untuk melakukan apa yang memberi manfaat kepadamu dan hendaklah engkau memohon pertolongan kepada Allah.”

Kita disuruh untuk semangat melakukan perkara yang memberi manfaat bagi diri kita dan ini mencakup perkara agama dan juga perkara dunia dan kita diperintahkan setelah itu dan hendaklah engkau memohon pertolongan kepada Allah. Demikianlah seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, dia hanya menyembah kepada Allah dan dia hanya memohon pertolongan (bantuan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di sana ada Ist’anah yang merupakan ibadah sebagaimana dalam ayat ini,

۞ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين

Dan ini tidak boleh diserahkan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Isti’anah yang merupakan Ibadah adalah Isti’anah yang isinya di dalamnya ada rasa Dzul (rasa merendahkan diri) di hadapan Dzat yang dimintakai pertolongan.

Dan di dalamnya ada mahabbah dan iftiqor (ketergantungan). Apabila diserahkan kepada makhluk yang hidup maupun yang mati, meminta pertolongan kepadanya dengan merendahkan dirinya seakan-akan dia adalah Tuhan, dengan penuh rasa cinta, dengan rasa ketergantungan, seakan-akan dia yang memberikan manfaat dan juga memberikan mudhorot, seakan-akan di tangannya manfaat dan juga mudhorot, maka ini tidak diperbolehkan dan hukumnya adalah haram. Dan ini hukumnya adalah termasuk Syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seperti seseorang yang ber-Isti’anah kepada orang yang sudah meninggal, baik dia adalah orang yang shaleh maupun selain orang yang shaleh. Ber-Isti’anah kepada orang yang sudah meninggal adalah perkara yang diharamkan.

Dan di sana ada Ist’anah dengan makhluk yang diperbolehkan apabila memenuhi tiga syarat:
  1. Orang tersebut yang dimintai tolong adalah masih hidup.
  2. Dia hadir di depan kita sehingga memungkin dia untuk menolong atau mendengar ucapan kita atau di zaman sekarang bisa dari jarak jauh dengan syarat dia mendengar apa yang kita ucapkan. Seperti seseorang yang meminta pertolongan kepada orang lain melalui alat komunikasi (seperti hp, telpon) kemudian meminta pertolongan, meminta bantuan. Maka ini diperbolehkan.
  3. Tidak boleh seseorang bertawakal kepada sebab tersebut dan harus meyakikni bahwasanya itu hanyalah sebab. Adapun tawakal maka harus dia diserahkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Apabila terpenuhi tiga syarat ini maka boleh seseorang Isti’anah kepada makhluk.

وفي الحديث: “إذا استعنت فاستعن بالله”

“Dan di dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, apabila engkau ber-Isti’anah, maka hendaklah engkau ber-Isti’anah kepada Allah.”

Ini adalah hadits Ibnu Abbas.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url