Materi 36: Tafsir Surat Al Ikhlas (Memurnikan Keesaan Allah)

Pengantar

Surah Al-Ikhlas (الإخلاص) adalah surah ke-112 dalam Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari 4 ayat dan termasuk dalam golongan surah Makkiyah, yaitu surah yang diturunkan di Makkah sebelum Hijrah Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Berikut adalah tafsir umum dari Surah Al-Ikhlas:

Surah Al-Ikhlas merupakan surah yang sangat singkat, tetapi memuat makna yang sangat mendalam dan fundamental dalam ajaran Islam. Surah ini dikenal sebagai surah tentang keesaan (tauhid) dan sifat-sifat Allah.

Ayat-ayat surah ini menyatakan dengan tegas keesaan Allah, menyatakan bahwa Allah itu Esa dan tidak ada sesuatu pun yang setara atau serupa dengan-Nya. Surah ini juga menegaskan beberapa sifat-sifat Allah yang maha sempurna, seperti ketidakberanakan-Nya dan ketiadaan-Nya. Oleh karena itu, Surah Al-Ikhlas menjadi inti dari konsep tauhid dalam Islam.

Surah ini sangat sering dibaca dalam shalat, terutama dalam rakaat terakhir shalat sunnah atau shalat witr. Banyak hadis dari Nabi Muhammad ﷺ yang menekankan keutamaan dan keberkahan membaca Surah Al-Ikhlas.

Tafsir surah ini memberikan pemahaman mendalam tentang konsep tauhid dalam Islam dan mengajarkan umat Islam untuk memahami dan mengakui keesaan mutlak Allah, tanpa campur aduk dengan unsur-unsur penyekutuan (syirk) atau kesamaan dengan makhluk-Nya.

Bacaan Surat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤

Tafsir

  1. (Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa") lafal Allah adalah Khabar dari lafal Huwa, sedangkan lafal Ahadun adalah Badal dari lafal Allah, atau Khabar kedua dari lafal Huwa.
  2. (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu) lafal ayat ini terdiri dari Mubtada dan Khabar; artinya Dia adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-lamanya.
  3. (Dia tiada beranak) karena tiada yang menyamai-Nya (dan tiada pula diperanakkan) karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.
  4. (Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia) atau yang sebanding dengan-Nya, lafal Lahu berta'alluq kepada lafal Kufuwan. Lafal Lahu ini didahulukan karena dialah yang menjadi subjek penafian; kemudian lafal Ahadun diakhirkan letaknya padahal ia sebagai isim dari lafal Yakun, sedangkan Khabar yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya; demikian itu karena demi menjaga Fashilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url