Halaqah 134: Beriman Kepada Takdir dengan Pembahasan Derajat Pertama yakni Ilmu dan Kitabah (Bagian 2)

Halaqah yang ke-134 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Beliau mengatakan rahimahullah

فَأَوَّلَ مَا خَلَقَ اللهُ الْقَلَمَ

atau dibaca

أَوَّلُ خَلَقَ اللهُ الْقَلَم

ada dua cara para ulama jika mereka membaca lafadz ini karena ini dalam hadits, dalam sebuah hadits Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَم فَقَالَ لَهُ : اكْتُبْ ، قَالَ : رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ ؟ قَالَ : اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

yang seperti ini para ulama berbeda dalam membacanya sehingga mereka berselisih pendapat tentang sebuah permasalahan diantara permasalahan-permasalahan yang mendetail dalam masalah aqidah yaitu tentang makhluk apa yang pertama kali diciptakan oleh Allah subhanahu wata'ala.

Ada yang mengatakan bahwasanya yang pertama kali diciptakan oleh Allah subhanahu wata'ala adalah Al-Qalam, mereka membaca

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمُ

sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Allah subhanahu wata'ala adalah al-qolamu yaitu pena, sehingga mereka mengatakan yang pertama kali diciptakan adalah pena. Dan ada yang mengatakan yang pertama kali diciptakan adalah bukan pena tetapi ‘arsy Allah subhanahu wata'ala, mereka membacanya

أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ

Ketika Allah subhanahu wata'ala pertama kali menciptakan pena, yaitu di awal Allah subhanahu wata'ala menciptakan pena,

فَقَالَ لَهُ

Allah subhanahu wata'ala mengatakan kepada pena tersebut

اكْتُبْ

Tulislah

قَالَ : رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ ؟

Kemudian pena ini dengan qudratullah dia berbicara dan mengatakan wahayi Rabbku apa yang aku tulis

قَالَ : اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ

Allah subhanahu wata'ala mengatakan engkau tulis takdir segala sesuatu sampai datang hari kiamat. Didalam lafadz yang lain seperti yang ditulis oleh Syaikhul Islam disini

قَالَ لَهُ: اكْتُبْ

Tulislah

قَالَ: مَا أَكْتُبُ؟

apa yang aku tulis

قَالَ: اكْتُبْ مَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

tulislah apa yang akan terjadi sampai hari kiamat.

Didalam Sunan At-Tirmidzi disebutkan

قَالَ اكْتُبْ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الْأَبَدِ

Tulislah takdir apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi sampai selamanya, haditsnya Ubadah ibn Shamit. Ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wata'ala menulis segala sesuatu sebelum terjadinya.

Kemudian beliau menjelaskan

فَمَا أَصَابَ الإِنْسَانَ لَمْ يَكُن لِّيُخْطِئَهُ

Maka apa yang menimpa manusia (artinya yang sudah ditulis oleh Allah subhanahu wata'ala akan menimpa seseorang) itu tidak mungkin terlepas darinya. Kalau memang didalam lauḥul maḥfūdz tersebut dia akan tertimpa sebuah musibah hartanya musibah fisiknya kalau memang sudah ditulis dalam kitab tersebut dia terkena musibah maka itu tidak mungkin luput darinya pasti terjadi, kita ingin atau tidak ingin itu akan menimpa kita, apa yang Allah subhanahu wata'ala tulis di dalam lauḥul maḥfūdz itu akan terjadi.

وَمَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُن لِّيُصِيبَهُ

Dan apa yang lepas darinya maka tidak menimpanya, yang Allah subhanahu wata'ala tulis dalam lauḥul maḥfūdz tidak akan menimpa seseorang maka tidak akan menimpa seseorang, tidak mungkin terjadi musibah yang tidak tertulis dalam lauḥul maḥfūdz, semuanya tertulis.

جَفَّتِ الأَقْلاَمُ، وَطُوِيَتِ الصُّحُفُ

Pena-pena telah kering (yaitu pena penulis takdir telah kering) dan telah dilipat lembaran-lembaran (yaitu lembaran-lembaran yang digunakan untuk menulis takdir maka ini telah dilipat), artinya semuanya sudah selesai semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata'ala dan kita menjalani apa yang sudah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata'ala, dan lafadz ini ada dalam dalil hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi haditsnya Abdullah ibn Abbas ketika dinasehati oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian diakhir dikatakan oleh Beliau shallallahu 'alaihi wasallam

رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ (pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering)

telah kering pena-pena takdir dan telah dilipat lembaran-lembaran, artinya sudah selesai.

كَمَا قَالَ تَعَالَى

Sebagaimana Firman Allah subhanahu wata'ala

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Apakah engkau tidak mengetahui bahwasanya Allah subhanahu wata'ala mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di muka, ini dalil bahwasanya Allah subhanahu wata'ala mengetahui segala sesuatu ini adalah perkara yang pertama dari derajat yang pertama, karena di sini dalam satu derajat ada dua perkara

إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ

Sesungguhnya yang demikian adalah di dalam kitab, Allah subhanahu wata'ala tulis dalam kitab yaitu di dalam lauḥul maḥfūdz berarti

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالأَرْضِ

dalil tentang ilmu, yang demikian adalah ada di dalam kitab dalil tentang al-kitabah, satu ayat di dalamnya ada dua perkara

إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Sesungguhnya yang demikian adalah sangat mudah bagi Allah subhanahu wata'ala, bukan perkara yang sulit bagi Allah subhanahu wata'ala untuk menulis segala sesuatu sebelum terjadinya.

Kalau ada diantara kita yang dikasih misalnya buku tulis dan pulpen untuk menulis apa yang ada dan apa yang sedang terjadi di sekitar kita, menulis tembok misalnya warnanya apa dan kapan dibangun terbuat dari apa dan seterusnya belum lagi dia berbicara tentang meja belum dia berbicara tentang laptopnya niscaya dia akan kesulitan untuk mengungkapkan segala sesuatu, apalagi untuk menulis apa yang akan terjadi, tapi bagi Allah subhanahu wata'ala itu adalah perkara yang sangat mudah, sebelum terjadinya Allah subhanahu wata'ala bisa tulis semuanya dan tidak ada yang ketinggalan, sebelum terjadinya secara terperinci Allah subhanahu wata'ala menulisnya, sesungguhnya yang demikian adalah satu yang sangat mudah bagi Allah subhanahu wata'ala.

وَقَال َ: مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Dan Allah subhanahu wata'ala mengatakan Tidaklah menimpa sebuah musibah di bumi dan juga pada diri kalian, terkadang musibah menimpa diri kita seperti sakit atau musibah yang menimpa bumi bencana alam tsunami longsor atau gempa

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنفُسِكُمْ

musibah orang banyak maupun yang menimpa diri kita sendiri berupa sakit misalnya

إِلاَّ فِي كِتَابٍ

kecuali itu ada di dalam kitab (lauḥul maḥfūdz), semuanya

مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا

sebelum Allah subhanahu wata'ala menciptakannya, -nya di sini kembali kepada musibah, sebelum Allah subhanahu wata'ala menciptakan dan menjadikan musibah tadi itu sudah Allah subhanahu wata'ala tulis dalam lauḥul maḥfūdz

إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

maka yang demikian adalah sesuatu yang sangat mudah bagi Allah subhanahu wata'ala.

Sehingga orang yang mengingat yang demikian akan menjadi ringan baginya musibah yang menimpa, ketika seseorang mengetahui bahwasanya musibah ini adalah sudah diketahui oleh Allah subhanahu wata'ala sebelumnya dan sudah ditulis oleh Allah subhanahu wata'ala dan pasti terjadi maka ini akan membawa dia kepada hidayah, akan menjadikan hatinya tenang karena dia adalah orang yang beriman dengan takdir Allah subhanahu wata'ala, musibah ini sudah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata'ala lalu apa yang kita sebagai seorang hamba, kewajiban kita adalah beriman dan bersabar, tidak bisa kita keluar dari apa yang sudah Allah subhanahu wata'ala takdirkan, kalau memang sudah Allah subhanahu wata'ala takdirkan musibah tersebut menimpa kita maka harus kita hadapi dan bersabar dalam menghadapi musibah tadi.

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ

Tidaklah menimpa sebuah musibah kecuali dengan izin Allah subhanahu wata'ala

وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ

dan barangsiapa yang beriman dengan Allah subhanahu wata'ala, percaya bahwasanya ini semua adalah dengan ilmu Allah subhanahu wata'ala dan dengan penulisan Allah subhanahu wata'ala adalah dengan takdir Allah subhanahu wata'ala, maka Allah subhanahu wata'ala akan memberikan hidayah kepada hatinya, kapan hidayah Allah subhanahu wata'ala dan petunjuk Allah subhanahu wata'ala datang ketika kita tertimpa musibah? kalau kita beriman kepada Allah subhanahu wata'ala.

Sebagian salaf mengatakan ini adalah seorang laki-laki yang ditimpa musibah kemudian dia mengetahui bahwasanya itu adalah dari Allah subhanahu wata'ala inilah orang yang mendapatkan hidayah akhirnya dia bersabar dan dia mengharap pahala dari Allah subhanahu wata'ala, ini adalah dari Allah subhanahu wata'ala maka saya bersabar dan saya yakin bahwasanya didalam apa yang Allah subhanahu wata'ala takdirkan pasti disana ada hikmah. Sampai di dalam takdir yang jelek berupa musibah ketahuilah bahwasanya itu bukan semata kejelekan saja, pasti dibalik kejelekan itu ada hikmahnya, dibalik musibah itu pasti ada hikmahnya, musibah adalah kejelekan tapi dia bukan murni kejelekan, disana ada hikmah yang Allah subhanahu wata'ala inginkan diantaranya adalah Allah subhanahu wata'ala ingin kita kembali kepada-Nya.

Kadang seseorang ketika lancar saja hidupnya tidak ada musibah menjadikan dia lalai tapi ketika dia mendapatkan musibah akhirnya dia mau berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala akhirnya dia mau sholat malam akhirnya dia mau berubah dan bertaubat dan menyadari kelalaian dia selama ini, berarti di sini ada kebaikan bagi seseorang di dalam musibahnya.
***
[Disalin dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy bab Kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url